Kamis, 17 Maret 2011

menjadi pendidik profesional, kenapa tidak?

Mengajar = Mendidik?

Sesuai amanat UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab I pasal I ayat 2 disebutkan bahwa DOSEN adalah PENDIDIK profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Transfer of knowledge yang menjadi tugas seorang dosen merupakan tugas yang tidak mudah, terutama interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 40 ayat 2 disebutkan bahwa pendidik (termasuk dosen) harus mampu (salah satunya, ada tiga yang lain) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.
Ini menjadi tugas yang berat, manakala KOMPETENSI merupakan kata kunci yang harus dicapai sebagai indikator keberhasilan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Bila Sinto Gendheng guru sakti Pendekar Kapak Naga Geni Wiro Sableng hanya mengjarkan sebagian dari ilmunya karena rasa takut kalah dengan kesaktian (baca: Kompetensi) muridnya, tentunya dosen tidak perlu takut mentransformasikan semua ilmu yang dimiliki. Menurut Edgar Dale, Profesor Pendidikan Ohio State Univesity, media sangat berpengaruh pada “keterterimaan” ilmu (baca: materi) oleh peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Berdasar pada piramida pengalaman Dale, Media dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi penguasaan materi. Semakin aktif peserta didik dalam proses pembelajaran, semakin baik penguasaan siswa terhadap materi.
Menurut piramida pengalaman Dale, Sinto Gendheng tidak perlu takut kalah kesaktiannya bila hanya memberikan kitab (reading) dan menyampaikan ajaran (hearing) tanpa melakukan praktik (doing the real thing). Bahkan bila dosen sudah menjalakan amanat undang-undang No.20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 40 ayat 2 tidak perlu khawatir menyampaikan semua pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki karena dengan semua yang disampaikan peserta hanya mungkin menerima 90% materi yang disampaikan.
Memang ada baiknya mengingat kembali bahwa tiap SKS yang ditempuh peserta didik, merupakan kegiatan belajar 50′ tatap muka, 60′ tugas terstruktur dan 60′ belajar mandiri. Kemampuan (baca:kompetensi) maksimal mahasiswa dapat tercapai bila tidak hanya tatap muka (maksimal 90%), tapi harus melakukan kegiatan terstruktur dan mandiri untuk mencapai 10% sisanya, tentunya bila pendidik (baca:dosen) memberi tugas-tugas untuk dikerjakan mahasiswa (jangan lupa memberi assessment) dan tentu saja mengembangkan materi pbm untuk dapat digunakan belajar peserta didik secara mandiri.(diambil dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar